JAKARTAPEDIA.co.id | JAKTIM – Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Timur mendorong warga yang telah memiliki Alat Pemadam Api Ringan (APAR) untuk berperan aktif menjadi duta sosialisasi di wilayahnya masing-masing.
“Warga yang sudah punya APAR kita minta untuk bisa menjadi duta sosialisasi bagi tetangga di sekitarnya,” kata Wali Kota Jakarta Timur, Munjirin seperti dilansir pada Rabu (17/9/2025).
Peran masyarakat dalam memberikan sosialisasi penggunaan APAR dapat menjadi upaya meningkatkan pengetahuan dan kesadaran pencegahan kebakaran lebih luas.
Selain itu, langkah ini juga sejalan dengan upaya Pemkot Jaktim dalam menekan tingginya angka kebakaran sekaligus tindak lanjut dari Instruksi Gubernur Nomor 5 Tahun 2025 tentang Gerakan Masyarakat Punya APAR (Gempar).
“Kita harus sosialisasi masif, undang masyarakat yang melibatkan seluruh wilayah, contohnya Kecamatan Pulogadung yang mempunyai APAR jadi duta sosialisasi pada kanan-kiri tetangganya, semuanya, jadi nanti gerakannya semakin baik lagi,” jelas Munjirin.
Apalagi, berdasarkan data Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) sejak awal tahun hingga Juli 2025, Jakarta Timur tercatat sebagai wilayah kedua terbanyak mengalami kebakaran di DKI Jakarta.
Keterlibatan langsung masyarakat menjadi kunci penting dalam menekan risiko kebakaran.
Selain memiliki APAR, warga juga diimbau untuk memahami cara penggunaannya serta melakukan perawatan rutin agar berfungsi optimal saat dibutuhkan.
“Gerakan bersama ini akan membuat pencegahan kebakaran di Jakarta Timur berjalan lebih efektif,” ucap Munjirin.
Munjirin berharap, tingkat kesadaran masyarakat di Jakarta Timur semakin tinggi tentang kegunaan dan sosialisasi APAR di wilayah setempat.
Berdasarkan data Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) DKI Jakarta, sekitar 922 kasus kebakaran terjadi di Jakarta sejak tanggal Januari 2025 hingga pertengahan Juli 2025.
Wilayah Jakarta Barat menjadi wilayah dengan jumlah kebakaran tertinggi, mencapai 260 kasus. Lalu disusul oleh Jakarta Timur sebanyak 242 kasus.
Objek terbakar dengan intensitas paling tinggi yakni bangunan perumahan 345 kejadian, bangunan umum dan perdagangan 197 kejadian, dan kendaraan 42 kejadian.
Sebanyak 61 persen diduga karena masalah listrik, baik komponen listrik yang tidak sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI), pemasangan yang kurang memenuhi standar operasi maupun kelalaian masyarakat mengelola listrik pada saat di rumah dan kantor. (ist/ant)