JAKARTAPEDIA.co.id – DPD Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI) Jakarta Raya menggelar Diskusi Publik bertema “Front Marhaenis Ambil Peran: Berdaulat, Berdikari, Berbudaya” di Kantor DPP PA GMNI, Jakarta, Sabtu (6/12/2025). Agenda tersebut menjadi bagian dari rangkaian kegiatan menjelang Konferensi Daerah (Konferda) V.
Diskusi menghadirkan dua narasumber, yakni Wakil Ketua MPR RI sekaligus kader GMNI Bambang “Pacul” Wuryanto dan Guru Besar Ilmu Politik Universitas Padjadjaran Prof. Muradi.
Kegiatan berlangsung interaktif dan diikuti alumni serta kader GMNI dari berbagai wilayah di Jakarta.
Dalam paparannya, Bambang menekankan pentingnya kemandirian finansial bagi kaum Marhaen sebagai syarat dasar membangun kekuatan gerakan.
Ia menjelaskan struktur sosial masyarakat mulai dari kelompok lumpen, pekerja, birokrat, elite politik, hingga pemilik modal.

“Kaum Marhaenis itu minimal harus bebas dari masalah keuangan. Kalau masih berada di posisi lumpen atau sekadar pekerja, sulit membangun barisan perjuangan,” ujar Bambang.
Bambang juga mengulas kembali dinamika sejarah politik Indonesia pada 1967, termasuk proses lengsernya Bung Karno hingga penandatanganan kontrak Freeport.
Menurutnya, pemikiran Soekarno tetap relevan, namun perlu reformulasi agar kontekstual dengan kondisi hari ini.
“Marhaenis muda harus membangun mentalitas kuat. Setelah berhasil, bantu yang lain dengan jaringan, tenaga, dan pikirannya,” tambahnya.
Sementara itu, Prof. Muradi menyoroti praktik demokrasi dan arah politik nasional yang dinilainya semakin pragmatis.
Ia menilai banyak aktor politik kehilangan konsistensi ideologi dan keberanian dalam menyuarakan kepentingan rakyat.
“Pertanyaan pentingnya: apakah pemerintahan hari ini masih menjalankan nilai ideologis? Saya jawab tidak. Kita terjebak dalam sandera politik,” tegasnya.
Ia menyebut kampus masih menjadi ruang terakhir bagi demokrasi untuk bertahan.
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal DPP PA GMNI Abdy Yuhana memberi perspektif historis dengan membagi karakter sosial masyarakat Indonesia ke dalam tiga kelompok: priyayi, abangan, dan santri. Menurutnya, kelompok abangan merupakan basis kuat dari tradisi ideologi Soekarnois.
“Sepanjang republik ini ada, kaum abangan selalu hadir. Itu basis ideologis kita. Karena itu, tidak boleh ada ketakutan kehilangan massa,” ujar Abdy saat membuka diskusi.
Abdy menegaskan bahwa ideologi harus menjadi fondasi gerakan, sementara strategi dapat menyesuaikan perkembangan zaman.
“Taktik boleh berubah, tapi asas perjuangan tidak boleh bergeser,” katanya.
DPP PA GMNI mengapresiasi antusiasme peserta dan menilai forum tersebut menjadi momentum penting menuju Konferda V. Diskusi dipandu Direktur IPI, Karyono Wibowo.
Hadir dalam kegiatan tersebut antara lain Wakil Ketua Umum DPP PA GMNI Ugik Kurniadi, Ketua Dewan Pakar DPD PA GMNI Jakarta Raya Rico Sinaga, Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi PDIP Dwi Rio Sambodo, Ketua DPD PA GMNI Jakarta Raya Ario Sanjaya, serta jajaran pengurus DPD dan DPC GMNI se-DKI Jakarta. (rls/jek)






